Mengupas tuntas permasalahan banjir di kota samarinda beserta solusi penanggulangan dan mitigasi

Selasa, 29 November 2016

2026 Samarinda Tinggal Nama

2026 Samarinda Tinggal Nama

Jika Banjir Tak Ditangani Serius





PROKAL.CO, SAMARINDA. Alam seakan “mengejek” Kota Samarinda. Bagaimana tidak, tepat pada Hari Penanaman Pohon Nasional, Senin (28/11) kemarin, aktivitas warga nyaris lumpuh total akibat genangan air. Parahnya lagi, genangan air tertinggi terjadi di di jantung kota. Padahal, selain sebagai pusat pelayanan, kawasan yang tergenang air rata-rata merupakan kawasan perekonomian.
Sejak pagi hari, keluhan dari berbagai pihak pun terus mengalir. Tak hanya pengendara yang merasa terganggu, akibat genangan air menghambat laju kendaraan mereka. Beberapa pengguna roda dua juga harus berbesar hati, karena motor yang mereka gunakan mogok. Di beberapa area lain, warga juga harus pasrah karena perabotan rumah tangganya terendam air.
Ada sejumlah faktor jantung Kota Tepian kembali dilanda banjir besar. Selain aktivitas pengupasan lahan yang semakin beringas untuk pembangunan pusat hunian dan aktivitas pertambangan, pemerintah juga dinilai kurang tegas dalam menerapkan aturan. Karena untuk menjalankan sebuah usaha, ada yang namannya perhitungan teknis, termasuk mengenai dampak lingkungan yang bakal ditimbulkan.
Namun sayangnya hal itu tidak menjadi acuan bagi para pengusaha yang bergerak di dua bidang tersebut. Kewajiban menyediakan fasilitas umum (Fasum) untuk meminimalisir dampak pekerjaan mereka seakan tidak dilakukan secara optimal. Bersamaan dengan itu, pengawasan yang dilakukan pemerintah juga lemah.
Menanggapi hal itu, pengamat perkotaan Universitas 17 Agustus 1945, Sunarto Sastrowardojo menyebut, banjir di Samarinda kemarin murni kesalahan pemerintah. Karena dia menyebut, pembangunan di Kota Tepian sebagian besar mengacu para perfektif politik. “Jadi dibangun bukan berdasarkan arsitektur, dan planologi (perencanaan, Red) kota. Dalam hal ini, pemerintah sudah zolim,” kata Sunarto.
Karena menurut informasi yang dia terima dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Samarinda siang kemarin, intensitas hujan tergolong rendah, hanya berada di bawah 71 milimeter. Hal ini menurutnya menjadi bukti bahwa manajemen pembangunan di Kota Tepian tergolong buruk. “Salah satunya karena literasi drainasenya jelek,” terang dosen fakultas teknik arsitektur di perguruan tinggi swasta tersebut.
Menurutnya, hujan yang mengguyur Samarinda siang kemarin mengakibatkan sedimentasi sekitar setebal 4 milimeter di semua kawasan. Jika dalam satu bulan terjadi 10 kali hujan dengan intensitas yang sama, lanjut Sunarto, maka ketebalan lumpur akan menjadi 4 centimeter. “Bukan tidak mungkin setahun menjadi 40 centimeter dan dalam 10 tahun ke depan menjadi 4 meter,” urainya. Tentu jika hal itu terjadi, 2026 Samarinda hanya tinggal nama.
Walau terkesan telat, menurut Narto, pemkot harus melakukan revolusi manajemen pembangunan. Salah satunya memerhatikan aspek hydrologi untuk mencegah masalah yang sama terulang. Kemudian dalam hal ini,  pemerintah juga harus memanfaatkan modal sosial untuk merangkul warga. Karena menurutnya, keberhasilan pembangunan tak semata-mata hanya ditunjang dengan uang. “Gunakan bahasa dan komunikasi politik yang baik. Saya yakin warga mau membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini,” ulasnya.
Karena dari menurutnya ada tiga hal konsep yang harus dilakukan alam upaya pembangunan. Hal itu menurutnya sudah didefinisikan sejak 1917 silam. Selain menyertakan masyarakat dan bersahabat dengan lama, Narto menyebut, pembangunan juga harus dilakukan material lokal.
 “Sekarang masyarakat dijadikan objek pembangunan. Nggak salah kalau mereka cuek terhadap program yang dijalankan pemerintah. Ini yang harus diperhatikan,” tutupnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Samarinda, Siswadi meminta pemerintah tegas dalam menerapkan aturan. Kondisi sosial di Kota Tepian yang carut marut menurutnya menjadi salah satu bukti kurang tegasnya pemerintah dalam menjalankan aturan. “Ada reward dan punishment yang jelas. Sehingga hal-hal buruk yang tidak kita harapkan dapat dicegah,” kata Ketua DPC PDI-P Samarinda tersebut.
Terpisah, Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang mengatakan banjir besar yang terjadi saat kemarin adalah dampak ada curah hujan yang tinggi. Sementara pihaknya terus melakukan pembenahan untuk pengendalian banjir. “Memang ada cuacanya sedang tidak baik. Curah hujan sangat tinggi, sehingga tidak dipungkuri terjadi banjir,” ujarnya.
Sebagai bentuk respon terhadap warga, Jaang mengatakan dirinya bersama beberapa Kepala SKPD terkait turut memantau dibeberapa lokasi genangan air. Selain itu, dia juga menginstruksikan agar para camat dan lurah terkait turut memantau ke lokasi banjir, guna memastikan keselamatan warga. (aya)


dikutipl dari : http://samarinda.prokal.co/read/news/6548-2026-samarinda-tinggal-nama.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About Us

Recent

Random